Diduga Cacat Prosedur, Penetapan Tersangka Pemerhati Sutra Wajo (MKS) Menuai Sorotan Serius Dari Tim Kuasa Hukumnya.
"Diduga Cacat Prosedur, Penetapan Tersangka Pemerhati Sutra Wajo (MKS) Menuai Sorotan Serius Dari Tim Kuasa Hukumnya.
DETIK✒️NEWS.ID WAJO SULSEL - Penetapan tersangka tersebut dilakukan penyidik Kejaksaan Negeri Wajo pada 18 Desember 2025 dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengembangan persuteraan di Kabupaten Wajo. Kamis (25/12/2025)
Kuasa hukum Muhammad Kurnia Syam, Advokat Senior Farid Mamma, menyatakan proses hukum yang dijalani kliennya sarat pelanggaran prosedural dan berpotensi mencederai prinsip due process of law. Farid yang juga menjabat Direktur PUKAT (Pusat Kajian dan Advokasi Anti Korupsi) Sulawesi Selatan menilai sejak awal pemeriksaan telah terjadi penyimpangan serius.
“Sejak tahap awal pemeriksaan, kami melihat adanya tindakan yang bertentangan dengan hukum acara pidana dan berpotensi melanggar hak asasi klien kami,” ujar Farid Mamma.
Muhammad Kurnia Syam dikenal sebagai pemerhati dan penggiat persuteraan di Kabupaten Wajo. Ia telah mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk pengembangan dan pelestarian budidaya sutra lokal. Saat ini, ia ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kabupaten Wajo.
Farid menjelaskan, penetapan tersangka kliennya berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: 38/P.4.19/Fd.2/12/2025 dinilai tidak sah karena dilakukan melalui proses yang diduga melanggar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurutnya, pada tahap yang masih disebut sebagai penyelidikan, kliennya telah diperiksa tanpa pendampingan penasihat hukum, padahal substansi pemeriksaan sudah mengarah pada penyidikan. Hal ini dinilai melanggar Pasal 52 dan Pasal 117 ayat (1) KUHAP.
“Pemeriksaan mengarah pada pemaksaan pengakuan, bahkan disertai tekanan psikologis dan bentakan penyidik. Ini jelas mencederai prinsip pemeriksaan yang objektif dan bebas dari intimidasi,” tegas Farid.
Ia menambahkan, tindakan tersebut juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta Pasal 14 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang menjamin hak atas bantuan hukum dan peradilan yang adil.
Selain itu, tim kuasa hukum juga mempersoalkan penyitaan telepon genggam pribadi milik Muhammad Kurnia Syam yang dilakukan tanpa surat izin pengadilan dan tanpa berita acara penyitaan.
“Tindakan ini bertentangan dengan Pasal 38 ayat (1) dan Pasal 39 KUHAP serta melanggar asas legalitas dan proporsionalitas,” jelas Farid.
Ia menilai penyitaan tersebut berpotensi melanggar prinsip Perlindungan Data Pribadi, karena perangkat yang disita diduga tidak memiliki keterkaitan langsung dengan dugaan tindak pidana yang disangkakan.
Tak hanya itu, Farid mengungkapkan kliennya sempat ditempatkan dalam tahanan isolasi tanpa dasar hukum dan tanpa penjelasan tertulis setelah ditetapkan sebagai tersangka. Tindakan tersebut dinilai bertentangan dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).
“Klien kami juga tidak diberi kesempatan menghubungi keluarga saat penetapan tersangka, padahal hak tersebut dijamin Pasal 57 KUHAP dan merupakan hak fundamental yang tidak boleh dikurangi,” ujarnya. (HG)
