DPK LIPAN BULUKUMBA DESAK KAPOLDA SULSEL COPOT KAPOLRES BULUKUMBA
"Kepala Desa Diduga Terlibat Tambang Ilegal di DAS Balantieng IUP Tanpa Rekomtek BBWS Dianggap Cacat Prosedur.
DETIK✒️NEWS.ID BULUKUMBA Sulawesi - Selatan - Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Lentera Independen Pemerhati Aspirasi Nusantara (LIPAN) Kabupaten Bulukumba secara tegas mendesak Kapolda Sulawesi Selatan agar segera mencopot Kapolres Bulukumba. Kamis 16 Oktober 2025
Desakan ini muncul 12 Oktober 2025 setelah tim investigasi LIPAN menyisir wilayah DAS Balantieng, mulai dari Hilir Kecamatan Ujung Loe hingga Hulu Batu Karopa Kecamatan Rilau Ale, dan menemukan berbagai pelanggaran serius dalam aktivitas tambang galian C di kawasan tersebut.
Tim investigasi LIPAN mendapati lima alat sedotan pasir dan beberapa unit alat berat yang beroperasi di sepanjang alur sungai tanpa izin sah, serta adanya dugaan keterlibatan Kepala Desa aktif dalam kegiatan tersebut.
Hasil penelusuran menunjukkan sedikitnya tujuh pelaku usaha tambang yang beroperasi di wilayah Batu Karopa, Desa Swatani, dan Desa Balong, Kecamatan Rilau Ale dan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba. Ironisnya, tidak satu pun dari mereka memiliki izin lengkap sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan, yakni:
Tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Selatan.
Tanpa Rekomendasi Teknis (Rekomtek) dari BBWS Pompengan Jeneberang selaku pengelola sumber daya air.
Tanpa dokumen lingkungan (UKL–UPL atau AMDAL) sebagaimana diwajibkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lebih mengejutkan lagi, hasil investigasi menemukan indikasi kuat keterlibatan Kepala Desa Balang Pesoang (inisial H.S) yang diketahui bernama Herman Sahir, diduga sebagai pemilik alat berat sekaligus pengendali utama aktivitas tambang liar di lapangan.
Cacat Prosedur dan Pelanggaran Regulasi
Ketua LIPAN Bulukumba, Adil Makmur, menegaskan bahwa dasar hukum kegiatan tambang di wilayah sungai bukanlah IUP, melainkan Rekomendasi Teknis dari BBWS Pompengan Jeneberang.
“Yang melegalkan kegiatan tambang di kawasan sungai bukanlah IUP dari ESDM, tetapi Rekomtek dari BBWS Pompengan Jeneberang sebagai instansi pengelola sumber daya air. Tanpa rekomtek, maka aktivitas itu cacat prosedur dan melanggar hukum,” tegas Adil.
Dasar Regulasi yang Relevan:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Pasal 63 ayat (1): Setiap orang yang melakukan kegiatan di sempadan sungai wajib memperoleh rekomendasi teknis dari instansi pengelola sumber daya air.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Pasal 52 ayat (1):
Pemanfaatan ruang sungai hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi teknis dari pejabat berwenang.
Pasal 52 ayat (3):
Pemanfaatan ruang sungai tanpa rekomendasi teknis dilarang dan dapat dikenai sanksi. Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai menegaskan bahwa setiap aktivitas di area sungai wajib memiliki rekomtek BBWS, bukan sekadar izin dari ESDM.
UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 35 ayat (3):
IUP hanya mengatur hak eksplorasi dan produksi mineral, tidak serta-merta mengizinkan pengambilan material di wilayah sungai atau DAS.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Akibat tambang ilegal tersebut, alur Sungai Balantieng mengalami kerusakan berat, debit air irigasi menurun drastis, dan sekitar 500 hektare sawah di Desa Manjalling, Garanta, dan Balong terancam mati total. Kerusakan ini bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi juga mengancam ketahanan pangan dan ekonomi petani lokal.
“Jika Kapolres Bulukumba serius menegakkan hukum, seharusnya alat berat di sungai sudah disita, bukan dibiarkan beroperasi. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif — ini kejahatan lingkungan yang nyata,” tegas Adil.
Selain itu, Adil Makmur juga menilai lemahnya pengawasan dari instansi teknis di tingkat kabupaten, termasuk Dinas PUTR, DLH, dan aparat penegak hukum yang dinilai membiarkan pelanggaran terjadi berlarut-larut.
Ketua LSM DPK LIPAN Kabupaten Bulukumba Angkat Bicara
Ketua DPK LIPAN Kabupaten Bulukumba, H. Hari, turut menegaskan bahwa persoalan ini bukan semata soal administrasi, melainkan penyimpangan prosedural dan pelanggaran serius terhadap regulasi sumber daya air Nasional.
“Kami mengingatkan seluruh pihak, terutama aparat penegak hukum, agar tidak bermain-main dengan hukum lingkungan. Pelanggaran terhadap kawasan sungai tanpa rekomtek adalah pelanggaran nyata terhadap UU Nomor 17 Tahun 2019,” ujar Hari.
Ia juga menyebut bahwa keberadaan Kepala Desa yang ikut berbisnis tambang liar merupakan bentuk konflik kepentingan dan penyalahgunaan jabatan yang harus segera ditindak tegas oleh Inspektorat dan APH.
“Negara harus hadir. Jangan tunggu masyarakat kehilangan seluruh sumber air baru aparat bergerak,” pungkasnya.
Tiga Poin Desakan Resmi DPK LIPAN Bulukumba
1. Mendesak Kapolda Sulsel untuk segera mencopot Kapolres Bulukumba yang dianggap gagal menindak tambang ilegal di DAS Balantieng.
2. Meminta BBWS Pompengan Jeneberang dan Dinas ESDM Provinsi Sulsel segera menurunkan tim verifikasi dan menertibkan seluruh tambang tanpa rekomtek.
3. Mendorong DPRD dan Bupati Bulukumba membentuk Tim Investigasi dan Audit Lingkungan Independen guna memulihkan fungsi ekosistem DAS Balantieng.
Penegasan Akhir
“IUP tanpa Rekomtek BBWS adalah dokumen cacat hukum. Pertambangan di kawasan sungai tanpa rekomendasi teknis adalah ilegal dan merusak tatanan pengelolaan sumber daya air nasional,” tegas Adil Makmur.
DPK LIPAN Kabupaten Bulukumba berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga ke tingkat Polda dan Kementerian PUPR, agar penegakan hukum terhadap pelaku dan oknum pelindung tambang ilegal dilakukan secara transparan, tegas, dan tuntas.
Editor ; Harry Goa