Law Office Akhmad Rianto, SH & Partners Buka Suara Terkait Penanganan Kasus Asusila Oknum Polisi Jeneponto
Makassar, detikinews.id — Tim kuasa hukum dari Law Office Akhmad Rianto, SH & Partners, yang terdiri dari Hendra T.L., S.H., M.H., Achmad Rifaldi, S.H., M.H., Nurul Hidaya A., S.H., Hadijah Augiri, S.H., M.H., Nur Miftahul Khair, S.H., Andi Muhammad Syahruddin Rum, S.H., M.H., Moch Zuhal Nugroho, S.H., dan Sutriyono, S.H., menyampaikan sejumlah poin penting terkait perkembangan perkara asusila yang melibatkan oknum anggota Polres Jeneponto berinisial JYC.
Kasus ini mencuat setelah klien mereka, FTN, melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan penyebaran foto asusila oleh JYC ke Propam Polda Sulsel tertanggal 23 Juli 2024. Saat ini, laporan tersebut telah dilimpahkan dan tengah diproses di Propam Polres Jeneponto. Di sisi lain, FTN justru ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran UU Pornografi dan UU ITE melalui Laporan Polisi: LP/B/511/VIII/2024/SPKT/Polres Jeneponto/Polda Sulsel tertanggal 28 Agustus 2024.
Soroti Prosedur Penetapan Tersangka FTN
Tim hukum menilai penetapan FTN sebagai tersangka tidak melalui prosedur yang sah. Menurut mereka, ada sejumlah kejanggalan:
FTN langsung dipanggil sebagai saksi tanpa klarifikasi awal.
Penetapan tersangka dilakukan terburu-buru tanpa penyelidikan yang memadai.
Laporan JYC terhadap FTN dilakukan setelah JYC terlebih dahulu dilaporkan ke Propam, sehingga diduga sebagai bentuk bargaining position.
Selain itu, mereka menilai tuduhan terhadap FTN terkait Pasal 27 ayat (1) UU ITE dan Pasal 4 UU Pornografi tidak relevan. Sebab, foto yang dimaksud dikirimkan atas permintaan istri JYC, U, yang justru seharusnya turut diperiksa atau bahkan ditetapkan sebagai tersangka.
“Jika mengacu pada Pasal 4, justru JYC yang melakukan perekaman video call sex pada 27 April 2024, hanya tiga minggu setelah menikah dengan U pada 4 April 2024. JYC yang melakukan screenshot juga patut diproses hukum,” ujar tim kuasa hukum.
Terkait laporan pelanggaran etik oleh JYC, kuasa hukum mengaku kecewa dengan lambannya proses di Propam Polres Jeneponto. Padahal, pada 17 Juli 2025, Kapolres Jeneponto menyatakan di media bahwa proses sudah berjalan dan akan segera disidangkan. Namun, hingga 23 Juli 2025, penyidik Propam belum juga dapat memberikan kepastian jadwal pemeriksaan.
Tim hukum menilai JYC telah memenuhi unsur pelanggaran berat berdasarkan:
PP No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri,
PP No. 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri, dan
Perpol No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.
“Oleh karena itu, kami mendesak agar proses etik terhadap JYC segera disidangkan,” tegas mereka.
Apresiasi kepada Tipiter Sat Reskrim
Dalam pernyataannya, kuasa hukum juga menyampaikan apresiasi terhadap penyidik Kanit II Tipiter Sat Reskrim Polres Jeneponto atas proses pengambilan keterangan terhadap FTN pada 16 Juli 2025. Proses ini berkaitan dengan penyebaran foto tangkapan layar dari video call sex oleh JYC kepada pihak ketiga pada 22 Juli 2024.
FTN Adalah Korban, Bukan Pelaku
Kuasa hukum menegaskan bahwa FTN adalah korban dalam kasus ini. Foto yang dikirim kepada istri JYC justru digunakan untuk mempidanakan FTN, padahal permintaan foto itu datang dari istri JYC sendiri. Menurut mereka, penerapan asas kausalitas tidak dilakukan oleh penyidik dalam menetapkan tersangka, sehingga proses hukum terhadap FTN sangat janggal.
“Kami menuntut kejelasan atas penanganan perkara ini. Bagaimana mungkin korban justru dijadikan tersangka? Kami mendesak Wassidik Dirkrimsus Polda Sulsel agar segera menggelar gelar perkara khusus,” ujar tim hukum.
Law Office Akhmad Rianto, SH & Partners menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum ini hingga mendapatkan keadilan yang sesungguhnya bagi FTN. Mereka juga mendesak aparat penegak hukum untuk menegakkan hukum secara adil dan profesional, tanpa intervensi ataupun keberpihakan.(*).